Judicial Review Tax Amnesty di Mahkamah Konstitusi

Undang-Undang Pengampunan Pajak yang belum lama disahkan telah digugat oleh sebagian kelompok masyarakat ke Mahkamah Konstitusi.  Selanjutnya apa yang dapat terjadi kemudian? Masyarakat, termasuk Wajib Pajak, jelas dapat mengajukan permohonan uji materi atau disebut sebagai judicial review atas Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi.

Permasalahan apa yang menjadi bagian dari uji materiil tersebut di Mahkamah Konstitusi? Permohonan ini tentunya berbeda dengan uji  materiil yang dilakukan di Mahkamah Agung.

Baca juga : Uji Materiil Peraturan PPN di Mahkamah Agung

Permohonan Judicial Review atas UU Pengampunan Pajak, dalam hal ini diajukan sekaligus oleh tiga kelompok masyarakat yakni :

  • Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia,

Pemohon  mempersoalkan ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 7, Pasal 3 ayat (1),   Pasal 4, Pasal 5, Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 19 ayat (1) dan (2), Pasal 21 ayat (2) Pasal 22 serta Pasal 23 UU Pengampunan Pajak.

  • Yayasan Satu Keadilan,

Pemohon  menyatakan bahwa ketentuan mengenai uang tebusan dalam UU Pengampunan Pajak merupakan bentuk diskriminasi yang dilakukan Pemerintah, dengan memposisikan wajib pajak yang taat dengan yang tidak taat secara berbeda.

  • Leni Indrawati, dkk.

Pemohon berpendapat bahwa pengampunan untuk konteks perpajakan menimbulkan ketidakadilan dan perlakuan diskriminatif yang nyata terhadap “para pengemplang pajak” dari kewajibannya membayar pajak.

Permasalahan Hukum

Salah satu hal yang harus diketahui adalah bahwa secara formal pemohon uji materi harus memiliki kedudukan hukum. Sehingga misalkan pemohon adalah seorang remaja dan tidak memiliki NPWP maka permohonan akan ditolak oleh Majelis Hakim.

Di antara  judicial review yang diajukan tersebut, salah satu masalah mendasar yang dipersoalkan oleh pemohon adalah bahwa terdapat bagian dari UU Pengampunan Pajak yang bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pada salah satu frase yang terdapat dalam Pasal 23A UUD 1945 yaitu ”memaksa”.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, memaksa adalah memperlakukan, menyuruh, meminta dengan paksa sedangkan pengertian frase “pengampunan” pada Undang-Undang Pengampunan Pajak adalah pembebasan dari hukuman atau tuntutan.

salah satu masalah mendasar yang dipersoalkan oleh pemohon adalah bahwa terdapat bagian dari UU Pengampunan Pajak yang bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pada salah satu frase yang terdapat dalam Pasal 23A UUD 1945 yaitu ”memaksa”.

Jika permohonan judicial review ini diterima, maka dapat saja seluruh isi UU Pengampunan Pajak atau sebagian pasal dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Sementara pemohon lainnya, dari pihak yang disebut terakhir diatas, berpendapat bahwa  terjadi ketidakadilan dan perlakuan diskriminatif yang sangat nyata. Karena orang-orang yang memiliki banyak harta yang sejak awal dengan sengaja merugikan negara dan mengelabui negara, serta menghindar dari kewajiban membayar pajak dengan menyembunyikan hartanya sehingga menghilangkan apa yang semestinya menjadi hak negara untuk kepentingan bangsa, kemudian dengan alasan program optimalisasi penerimaan negara orang-orang tersebut justru diampuni kesalahannya begitu saja dengan cukup membayar tebusan dan selanjutnya tidak akan dikenakan sanksi-sanksi lagi, baik administrasi maupun pidana.

Jika permohonan judicial review ini diterima, maka dapat saja seluruh isi UU Pengampunan Pajak atau sebagian pasal dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pemerintah memberikan tanggapan atas pengujian UU, salah satunya dengan menyatakan bahwa amnesti pajak ditujukan hanya untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan lainnya

Sementara pemohon lainnya, dari pihak yang disebut terakhir diatas, berpendapat bahwa  terjadi ketidakadilan dan perlakuan diskriminatif yang sangat nyata.

Argumentasi menarik banyak diberikan oleh pihak yang disebut pertama di atas terhadap UU Pengampunan Pajak, bahwa pengampunan pajak diantaranya adalah :

  • Sarana praktik Legal Pencucian Uang
  • Karpet Merah Buat Pengemplang Pajak
  • Menabrak Prinsip Keterbukaan Informasi
  • Menabrak Prinsip Kesetaraan di hadapan Hukum dengan memberikan impunitas (ketiadaan hukuman)
  • Membuat Proses hukum pajak yang berjalan menjadi tertunda

Kesimpulan

Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi harus membuat keputusan atas permohonan uji materiil  UU Pengampunan pajak yang diajukan para pemohon. Keputusan yang tidak mudah karena pemohon tidak hanya satu pihak tapi sekaligus dari tiga pihak yang menguji UU Pengampunan Pajak  atas berbagai pasal.

Perlu dicatat bahwa jika UU Pengampunan Pajak dibatalkan, baik sebagian pasal ataupun secara keseluruhan UU Pengampunan Pajak, maka pembatalan tidak berlaku surut dan Wajib Pajak yang telah menerima keuntungan dari Tax Amnesty tetap dapat menerapkannya.

Catatan / Sumber :

-Resume permohonan uji materiil dari Mahkamah Konstitusi

-Bahan Seminar dari pemohon dalam Diskusi Panel di Universitas Indonesia, 3 Agustus 2016.

Editor : Endang Dwi Ari



Author: Andreas Adoe
The author is tax professional, tax advisor and tax lecturer. Founder and Editor of taxnesia.com who writes passionately about domestic tax issues, international tax issues as well as legal disputes in taxation. He is happy to help anyone with his tax expertise for domestic and international tax problems.

Leave a Reply

Layanan Perpajakan
Close
error:
This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.